Minggu, 26 Juli 2009

November 15th, 2006

Seorang calon Rahib muda, mendapat perintah dari Sang Maha Guru untuk bertapa di suatu gunung, untuk mencapai ketenangan batin. Sebelum berangkat, Sang Maha Guru berpesan, "Berjalanlah sesuai dengan jalan yang ada di hadapanmu. Jika jalanan itu lurus, ikuti dengan lurus-lurus saja. Jika berliku, ikuti juga lika-likunya, tetapi tetap fokus pada apa yang menjadi pijakanmu, tetap ingat akan tujuanmu. Bahkan, jika kau sampai terjatuh, dan kau merasa sakit, diamlah di sana, tunggu sampai kau merasa kuat. Nikmati rasa sakitmu, nikmati pemandangan apa pun yang ada di sekitarmu, dan gunakan apa pun yang dapat menolongmu. Jangan pernah mencoba untk lari, atau mundur dari upayamu, hanya karena rasa sakit yang kau alami."

Rahib muda pun mulai melangkah, dan menjalankan semua hal yang dikatakan Sang Maha Guru. Bahkan, saat dia terjatuh, terperosok dalam sebuah lubang yang dalam dan gelap, membuat dia sakit, dia tetap berusaha tenang. SElama beberapa hari lamanya dia berada di dalam lubang, menunggu lukanya sembuh. Sambil memakan cacing-cacing yang ada di dalam lubang itu, dia terus berusaha bertahan hidup. Malah, di tengah kegelapan itu, dia mencoba mulai pertapaannya. Sampai akhirny dia merasa kuat kembali, dan melanjutkan perjalanan,sampai akhirnya mencapai tujuan, menjalankan meditasi, dan mencapai ketenangan.

Dalam hidup, jalan yang kita hadapi juga adakalanya lurus, adakalanya berliku, bahkan ada kalanya kita jatuh. Tetapi, bagaiamana kita memaknainya? Tidak selamanya jatuh itu akan menyakitkan. Saat seorang manusia jatuh ke dalam lembah kekelaman, dia perlu menikmati sampai dai merasa ingin kembali pada dunia yang terang. Tapi, apakah kita cukup mempunyai kesaradan untuk kembali ke dunia terang? Jika kita yakin akan diri kita, jangan pernah takut jatuh pada lembah kekelaman hidup. Selama kita mempunyai pegangan hidup, junjungan hidup yang benar, jangan pernah ragu.

Saat kita menjadi orang yang pernah jatuh ke dalam lembah kekelaman hidup, dan pada akhirnya menjadi orang yang dapat keluar dari dalamnya, dan keluar dengan jalan dan tujuan yang lebih baik, kita telah menjadi orang yang memiliki pemahaman hidup yang dalam. Hidup hanya satu kali, nikmatilah. Hidup hanya sementara, maknailah, warnailah, dan jagalah. Mejhon

December 10th, 2006

Images8 Sebuah benih benalu, diterbangkan oleh angin ke sana-sini, dengan sesuka hati, dengan ketidakberdayaannya. Lelah, memang sangat lelah yabf teramat sangat dirasakan si benalu. Namun, tetap pada keyakinan, dia akan sampai pada pohon yang tepat.

Akhirnya, alam mendengarkan ungkapan kelelahannya. Sampailah ia pada sebuah pohon yang sangat besar. Awalnya, sang benih segan untuk memulai pembicaraan dengan sang pohon. Benalu berpikir, dia tidak akan disukai, karena akan menjadi kesialan bagi sang pohon. Sampai akhirnya, sang pohon yang memulai pembicaraan.

"Hai Benalu, apa kabar?!!!? Bagaimana perjalananmu?" sapa sang Pohon.

Benalu dengan takut menjawab, "Ennngggg, mmmmm, ba…baa..ikkk, Baik, baik…."

"Hei, hei, hei, mengapa kau begitu takut? Santai sajalah!" kata si pohon menenangkan Benalu.

"Mengapa kau begitu ramah padaku, pada hal kau tau, aku hanta akan menjadi parasit bagimu." Benalu memberanikan diri berkata-kata.

Lalu sang Pohon pun menjawab, "Apalah arti hidupku yang tinggal sedikit, kalau-kalau aku tidak dapat memberikan apa-apa dari diriku bagi mahluk lain? Manusia tidak pernah mengambil sesuatu dariku, untuk dujadikan apa pun. Burung-burung dan hewan-hewan lain pun jarang tinggal dan berteduh di bawahku." kata si Pohon yangternyata sudah tua, dan akan mati. Demikianlah singkat cerita, akhirnya Benalu tumbuh di tubuh si Pohon, dan menemani hidup si Pohon sampai si Pohon mati. Parasit yang disyempelkan pada si Benalu, tidak lagi begitu menjadi kesialan bagi mereka berdua.

Images6 Persahabatan, pertemanan, hubungan dengan orang lain, sering disalahartikan sebagai sesuatu untuk saling "MEMANFAATKAN". Aku mau berhubungan denganmu, karena aku bisa begini denganmu. Atau, aku mau berhubungan denganmu karena aku mau itumu… inimu…, dan lainnya. Tapi, apakah itu persahabatan? Kita coba memandang kisah hidup beberapa tokoh yang tertanam kuat dalam diri hampir setiap manusia di alam ini. Yesus, Nabi Muhammad SAW, SidahrtaGautama, Para Rasul, Para Dewa, semuanya memiliki hubungan khusus dengan mahluk di sekitar mereka. Mereka berbersahabat dengan alam dan pengisi alam di sekitar mereka. Bersahabat untuk dapat saling membangun, berkreasi, mencipta. Persahabatan diartikan menjadi suatu usaha untuk dapat terus tumbuh dan akhirnya dapat memberikan makna terbaik bagi hidup.

Kita manusia, sedang dalam persinggahan di bumi ini. Persinggahan, yang sekaligus menjadi penentu dalam hidup kita di kehidupan kekal kelak. Apakah hidup abadi adalah milik kita, atau tidak. Kita dapat memulai usaha hidup abadi itu dengan persahabatan. Para junjungan hidup kita menjalin persahabatan dengan dasar untuk saling membangun, tumbuh. Membangun persahabatan dengan kejujuran, ketegasan, keterbukaan, danm kesediaan menjadi lebih rendah hati satu sama lain.

Para kekasih hatiku, hidup kita rentan. Hanya sesaat, dapat hilang. Bagaikan si Pohon tadi, sudahkah kita berarti bagi sahabat kita? Bagi siapa saja dan apa saja? Atau, kta hanya pohon yang memandang mereka hanya benalu yang hanya akan menghancurkan hidup kita?

Jika memang pada akhinya hidup kita hancur karena kesetiaan pada sahabat, bila kita mati karena cinta pada sahabat, biarlah Sang Junjungan hidup, Sang Abadi dan Kekal, Hakim Agung Kehidupan yang menentukannya. tetapi yakinlah, saat kita dapat tetap setia pada persahabatan dengan dunia yang Tuhan kehendaki, dan dengan Tuhan sendiri, selangkah kita maju menuju kehidupan bersama yang kekal dan bahagia. Pencerahan dapat tercapai, Nirwana bagi kita, Firdaus, alamat terakhir kita. Jangan biarkan rasa sakit hati karena "dimanfaatkan" oleh mereka yang kita anggap sahabat itu menjadi perusak segalanya. Selamat menjadi sahabat yang terbaik.

Images14

Akhirnya, bagimu yang mengimani Salib sebagai jalan keselamatan, SELAMAT ADVENT KE-II. Blog ini sekaligus menjadi renungan bagimu Kekasih-Kekasih Hatiku, dariku yang mengasihimu.

January 18th, 2007

Ada seorang manusia yang dalam pencapaian hidupnya, mencoba selalu mengupayakan yang terbaik, tapi malah membawanya pada kehancuran. Ingin menggapai semua hal dengan ketulusan malah membuat dia ternoda, cenderung menjadi bunglon dalam hidupnya sendiri.

Saat dalam kebun hidupnya dia menemukan benih apel, dia memutuskan untuk menanam apel di kebunnya. Satelah dia menanam, dia kembali menemukan benih jagung di kebunnya, dan menanamnya. Demikian juga saat di menemukan benih rambutan, durian, pinus, mangga, pear, cabe, dan banyak benih lain, semua ia tanamkan di kebunnya. Harapannya sangat besar, bahwa ia akan menjadi ptani yang sangat sukses dengan berbagai hasil tanaman. Ia membayangkan kekayaan yang menantinya di depan sana.

Panen pun tiba dalam hidupnya. Tapi apa yang terjadi???? Kebunnya hancur berantakan. Tanaman mudanya ditindas tanaman besar. Akar pohon-pohon besar pun saling melilit membuat pohonnya tidak dapat berdiri dan menembus tanah dengan baik. Hama dari sayu tanaman, memakan berbagai tanaman lainnya.

Bukanya kekayaan yang datang untuk kali itu dalam hidupnya, malah malapetaka dan kehancuran.

Tapi jika kita sebagai petani dalam kebun kehidupan kita sadar akan kehancuran yang telah kita perbuat, maka kehancuran itu akan membuat kita akan lebih sadar, akan kemampuan apa yang kita miliki untuk dapat menanam benih yang cocok dalam kebun kehidupan kita. sehingga akan membawa hasil yang baik pula.

selamat nenanam di kebunkehidupan anda.

Marc 1, 2007


Sisi lain pengalaman...

Setiap orang pasti punya kenangan yang tidak baik dalam hidupnya. Bahkan tidak sedikit yang mengalami kejadian buruk, dan teramat buruk dalam masa lalunya.

Setiap orang pasti juga berusaha untuk menutup segala kenangan tersebut, jauh…., jauh….., dan sangat jauh. Seoalh ia tak ingin itu kembali dalam benaknya.

Setiap orang pasti berbeda dalam keberhasilannya menyimpan masa lalunya. Ada yang berhasil dan pada akhirnya tidak trauma lagi saat itu disinggung, diungkit; tetapi… ada pula yang mejadi sangat sensitif dengan itu.

Ben Sophia, seorang yang pernah mengalami kejadian yang sangat buruk dalam hidupnya. Dimana dia harus merasakan pelecehan seksual beberapa kali dalam hidupnya. Belum lagi menghadapi pertikaian yang terjadi dalam hidup yang ia bina.

Suatu kali, setelah bertahun-tahun ia menyimpan segala kenangan buruk itu, ia kembali mengalami hal yang sangat tidak dia harapkan lagi dalam hidupnya. Saat berjalan di sebuah jalan raya namun sedikit sepi, dia dicolek oleh seseorag di bagian bokong. Dia hanya dapat berlari sekuat tenaga, dan berusaha menlawan pikiran di masa lalu yang datang lagi di benaknya. Berlari, menghindari pengejaran si manusia Brengsek tersebut. Sejenak terasa aman baginya, saat ia memasuki sebuah jalanan yang lebih kecil dan agak ramai. Tetapi apa yang dia alami? Seorang yang lain malah memandangnya dengan penuh nafsu dan menggerakkan tubuhnya seolah merangsangnya untuk melakukan hal-hal yang sangat teramat buruk. Ben Sophia hanya dapat menahan tangis, dan segera berlari ke tempat tujuan, dan segera membasahi dirnya dengan air, karena tubuhnya terasa panas dan terguncang sangat hebat. Dia hanya bingung, dan menahan rasa sakit yang luar biasa………

Sering manusia mengalami hal yang dirasakan Ben Sophia. Saat tekanan mental karena kejadian traumatis muncul, cenderung tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mungkin ingin ungkapkan itu pada orang-orang di sekitar kita, tetapi sangat sulit rasanya. Atau, bahkan orang yang dipercaya seperti SAHABAT, pacar, orang tua, atau siapa pun, seolah tidak punya waktu untuk mendengarkan. Lain lagi tekanan yang muncul.

Marilah kita mencoba untuk selalu membuka diri dengan seluas-luasnya pada semua orang. Tuhan memberikan kita kemampuan untuk membaca keberadaan orang lain. GUNAKAN ITU!!!!! Saat hidup terasa lebih ringan dari orang lain, cobalah merasakan keberadaan orang lain yang sedang mengalami trauma. Tanyakan apa yang dia perlukan. Apakah dia hanya butuh didengarkan, butuh dipeluk, butuh dikecup, butuh kau tidur bersamanya, atau bahkan butuh sugesti, saran, pendapat, atau bahkan cinta dari kita.

March 11th, 2007

Hope this as a new way to fell FREE

by sdungs-batako

Masa lalu banyak membentuk manusia yang ada sekarang.

Sebagaimana masa lalu itu berpengaruh, tergantung apa yang terjadi.

Saat semuanya berjalan baik di masa lalu, belum tentu akan baik saatini juga.

Tetapi …

Saat jutaan keburukan yang ada di masa lalu, ada yang inadah yang dapat dirasakan kini.

But the question is, How it can be? Be better ofcourse.

Yang kita perlukan hanya kejujuran.

Jujurlah terhadap apa pun, dan siapa pun.

Pertama pada dirimu, lalu pada hal atau pribadi lain.

Seberat apa pun hidup yang telah atau sedang dihadapi,

kejujuran dan mau berbagi adalah jalan yang baik.

Ingat akan satu hal…

Saat ini adalah saat dimana manusia mulai memakai otaknya dan berusaha terus melebihi 10% Einstein.

Keterbukaan pun mulai dapat dirasakan.

Hanya orang "ketinggalan jaman" yang masih ada pada prinsip.

Orang modern sudah hidup pada paradigma.

So, how worst u re, how good u are, just be honest and open ur mind and soul and have a will to share.

Coz, as a good people who have a good life in this world will say :

WE ARE HERE TO SHARE EACH OTHER !!!

March 28, 2007

Teddy Bear AEVO

Aevo, seorang anak yang baru saja dilahirkan. Saat tangis pertamanya berkumandang memenuhi ruangan persalinan dan terdengar ke ruangan di sekitarnya, suka cita menyelimuti hati setiap orang yang telah menantikannya, paling tidak selam 9 bulan terakhir. Ungkapan syukur, bahagia, dan selamat berseliweran dari mulut orang ke orang. Terucap pula harapan dari orang tua. Demikianlah juga berbagai benda hadiah diperuntukkan bagi Aevo dan papa mama-nya.

Aevo pun mulai menempati kamar barunya, ditemani berbagai macam hadiah tadi. Seiring dengan perkembangan waku, Aevo tumbuh, dan terus tumbuh. Menjadi bayi yang sehat dan elok. Ada satu hal yang selalu menemaninya dalm tidur. Sebuh boneka TeddyBear sebagai hadian waktu kelahirannya. Bayi mungil Aevo yang sudah mulai dapat bergerak dan membalikkan badan cenderung tidur sambil memeluki boneka itu. Saat bersama dengan Teddy-nya, Aevo tampak nyaman dan senang. Seolah tak ingin melepaskannya. Demikian sampai bayi Aevo pun tumbuh menjadi balita, anak, remaja, dan memasuki dewasa. Hidupnya berjalan seperti manusia lainnya. Ada tawa, ada tangis. Ada damai, ada rusuh. Ada canda, ada duka. Yah…., selayaknya manusia bukan?!?! Dan selama itu pula Teddy terus dengan setianya menjadi teman Aevo.

Suatu hari, Aevo mengalami sakit pada rongga pernafasannya. Sakit yang waktu itu belum terlalu mengganggu. Banyak orang yang menyarakannya istiraht dari berbagai pekerjaan, dan Aevo menurut saja. Tetapi tetap saja rasa sakit itu datang, terutama saat dia terjaga dari tidurnya. Saat orang menyarankan hal lain, yaitu ke dokter, Aevo menolak. Dia merasa bahwa itu hanya flu biasa, mungkin! Setalah sekian hari cuti dari semua kegiatan, Aevo kembali menjalani hidupnya seperti sedia kala.

Rasa sakit tetap ada, dan mulai terasa di kepala. Sampai suatu hari ….., Aevo terjatuh pingsan. Saat dia sadar, dia sudah berada dalam ruangan serba putih, dengan selang di tangan dan perlatan lainnya. Aevo dirawat di rumah sakit. Ternyata dia telah mengalami radang pernafasan yang cukup parah. Penyebabnya, sering menghirup sesuatu yang lembab dan tidak bersih dengan intensitas yang sangat sering. Tetapi sampai Aevo meminta sesuatu untuk dibawa dari rumah, barulah tim dokter mendapati penyebabnya. Ya, boneka Teddy yang begitu lama menemani Aevo namun jarang dicuci dan dijemur. Aevo terlanjur merasa nyaman dengan bau khas Teddy yang muncul dari keintiman mereka selama ini.

Saat sang dokter menyarankan agar Teddy digudangkan saja, Aevo merasa sangat terpukul dan menolak. Bahkan saat akhirnya dokter hanya menyarankan agar Teddy dicuci, Aevo hanya mengangguk. Dan Aevo diijinkan pulang.

Waktu kembali berjalan. Berbagai usaha dilakukan keluarga untuk memisahkan Aevo dengan boneka Teddy. Tetapi hasilnya kurang baik. Setiap ada kesempatan, Aevo masih saja tidur dengan Teddy. Walau pun hanya mencuri-curi saja.

Ada yang aneh pada tubuh Aevo saat itu. Aevo kembali pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Ternyata, sekarang penyakitnya bertambah parah, bahkan hidupnya terancam. Peradangan pernafasan tadi telah menjadi kanker stadium awal karena kurangnya perhatian dan perawatan dari Aevo sendiri. Berbagai bakteri ternyata telah tinggal dan hinggap selama bertahun-tahun tidak dibersihkan pada boneka Teddy. Pilihan tinggal satu, yaitu menjauhi Teddy selamanya. Memang Teddy hanya boneka, tetapi bagi Aevo, lebih dari itu. Mendengar hal itu, Aevo merasa sangat kehilangan harta kesayangannya. Tetapi dia pun masih ingin hidup dan mencapai cita-cita. Dengan sangat susah payah, Aevo menjalani serangkaian pengobatan dan melawan rindunya pada boneka Teddy. Sampai akhirnya Aevo sembuh.

Saat kembali ke rumah, tampak telah banyak orang menantikannya. Tawa bahagia, bahkan air mata bahagia menyambut kedatangannya kembali. Ungkapan syukur dan harapan kembali terucap. Namun dengan keterbatasan fisik yang masih lemah, Aevo lebih memilih kembali ke kamar yang telah sangat dirindukannya. Ada yang berubah pada kamar itu. Lebih bersih dan catnya pun baru. Tetapi yang lebih membuat Aevo terkejut adalah berbagai pemandangan dan benda yang ada di kamar tersebut. Tempat tidur baru, jam dinding, dan komputer baru. Semuanya bergambarkan TeddyBear. Bahkan ada film-film tentang TeddyBear. Bagi Aevo, Teddy-nya terasa benar-benar hidup. Ada rasa bahagia yang teramat sangat dalam hati Aevo. Setelah dengan amat teramat terpaksa melepaskan Teddy untuk kesempatan hidup keduanya, sekarang malah Aevo mendapatkan Teddy-Teddy yang baru. Terucap syukur untuk hidup kedua, dan kesempatan memiliki Teddy lagi dalam hati Aevo. Tak lupa pula, harapan dan tekad untuk hidup yang lebih terbuka dan pasrah, namun dengan usaha dan tanggungjawab dalam diri Aevo.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita rela berpasrah diri? Sama seperti Yesus yang pasrah saat dia akan kembali ke kota itu. Disambut dengan meriah dengan pujian, dengan palem, dengan twa riang. Yang semuanya berarti KEMATIAN SEGERA TIBA.

September 9th, 2007

Suatu hari, aku membuat suatu keputusan penting dalam hidupku, yang akan mengubah hidupku secara total kelak. Aku memutuskan untuk menjalani hidup menjadi seorang hamba. Paling tidak kata orang, hamba Tuhan. Sebagai langkah awal, aku mencoba kembali mempertanyakan pada diriku, siapa Tuhan, apa yang telah Dia lakukan bagiku, dan bagaimana hubungan kami selama ini. Sampai akhirnya aku meyakini, bahwa memang, saat ini aku mempercayai Dia, meyakini Dia, murni karena segala pengalaman hidupku denganNya, bukan lagi karena orang lain, yang memang pada awalnya memperkenalkaNya padaku. Lalu aku pun memutuskan pergi meninggalkan segalanya, keluarga, kenikmatan harta, dan para orang-orang yang kucintai. Aku pun berusaha mengubah segala keburukan yang ada dalam hatiku, tabiat burukku yang selama ini meresahkan hati orang lain. Aku ingin pergi mencari Tuhan yang menurutku dapat kutemui secara nyata dalam kehidupan orang lain, yang malah sedang mencari Dia, atau sedang memerlukan pertolonganNya. Aku ingin, ada keintiman yang lebih dalam dengan Dia. Suatu hubungan ajaib, yang entah bagaimana akan dapat terjalin, namun aku meyakininya. Dengan meninggalkan segala kebersalahanku yang lama, dan dengan cinta dan kasih yang ada antara aku dan Tuhanku. Inilah langkah awalku, persispanku untuk menjadi seorang hamba.

Aku memulai langkahku untuk mencari TUhan, menemukan wajahNya pada diri orang-orang lain. Aku mencoba untuk menjadi seorang gembala, seperti apa yang pernah dilakukan Yesus saat masih hidup di dunia ini. Mencari dan menjaga setiap domba-domba yang tersesat, jangan sampai dimakan serigala-serigala. Mencari orang-orang yang kehilangan kontak, kehilangan komunikasi, kehilangan rasa akan kehadiran Tuhan dalam hidup mereka, sehingga mereka tidak akan menjadi korban kekejaman dunia ini. Sebagai langkah berikutl, aku pun memulai dengan mencari, teman-teman yang juga ingin menjadi hambaNya. Karena ku tahu sejauh mana kekuatanku mampu menolong orang lain, sangat terbatas. Aku memerlukan teman. Sampai akhirnya, aku memasuki sebuah kehidupan orang-orang yang mau membiarakan diri. Dan aku memandang semua orang di sana adalah orang-rang yang dalam perjalanan menuju hidup kudus, perjalanan menjadi santo dan santa, karena penghambaan diri mereka. Orang-orang yang dengan penuh kesucian hati, ketulusan, dan kejujuran. Mereka yang telah mempunyai pengelihatan makna hidup, memahami makna akan Anak yang Tersalib, yang membuat mereka begitu intim dengan Tuhan. Mereka yang mau membunuh manusia lama mereka, dan menjadi manusia baru, dengan penghayatan akan kematian Kristus. Sebuah keajaiban hidup, yang mereka buat sendiri, yang entah bagaimana dapat terjadi dalam hidup mereka.

Namun, tidak semua semua hal seperti yang kuharapkan. Ya, memang pada awal pertemuanku dengan mereka yang kuanggap sahabat, aku mempunyai harapan, bahwa di kehidupan kelak, aku dan mereka akan menyelamatkan domba-domba tersesat bersama-sama, dan murni hanya karena keintiman kami pada Tuhan saja. Semua itu muncul ketika saat pertama kali pertemuan kami, mereka memperlihatkan wajah yang memancarkan kasih. Yang pada akhirnya, aku sadari, itu bukanlah pancaran kasih yang sebenarnya. Sakit, dan sangat sakit rasanya, ketika aku sadar, kalau ternyata karena kebodohanku, aku telah hidup dengan orang pendusta. Dia yang mempunyai rencana untuk mengagungkan diri nya di balik pencarian mereka akan Tuhan, di balik pencarian nya akan jiwa-jiwa yang tersesat. Dan untuk usaha itu, mereka tidak sadar kalau mereka telah mengorbankan orang lain, bahkan orang-orang yang seharusnya menjadi rekan mereka dalam pelayanan mereka. Di awal, mereka membuat hubungan di antara komunitas kami terlihat sangat baik. Satu sama lain adalah kasih yang berbicara. Segala pujian, keluar dari mulut, yang ternyata adalah mantra maut bagi yang mendengarnya. Hanya ada sedikit orang yang tetap pada ketulusan hati mereka. Dengan tetap berdiam diri, menjaga kesucian hati mereka. Sementara aku dan yang lain? Kami adalah orang bodoh, yang mau terlibat jauh dengan para pembohong,. Kami terpengaruh, kami pun menjadi pendusta. Bahkan, pada saat aku mencoba untuk kembali ke jalanku yang benar, aku yang menjadi korban kejahatan mereka. Aku dianggap sama seperti orang-orang yang kulayani. Saat aku melayani orang-orang yang dipandang najis, malah aku yang dinajiskan. Saat aku membantu orang untuk berdiri, aku dibanting. Aku ditusuk dari belakang. Dan aku semakin tidak tahan.

Aku merindukan kehidupan lamaku. Kehidupan yang menurutku kacau, tetapi kacau bukan karena kebohongan. Aku orang yang kacau, tetapi masih ada ayah dan bunda yang senantiasa menyemangatiku untuk bangkit. Masih ada para sahabat yang mau memeluk aku, mencium aku dengan kehangatan cinta kasih saat aku sakit. Saat itu aku hanya dapat berserah dan menceritakan sepenuhnya pada Sang Perawan Suci, yang mau mengandung Kristusku dari Roh Kudus. Yang mau dipandang sebagai wanita yang hina, dengan kehamilannya akan JuruSlamat. Walau pun rasa sakit terus datang, tetapi paling tidak aku mulai merasa lega. Aku terus, dan terus berusaha bangun, sampai aku pun dapat memandang semua ini adalah warna hidupku. Penguat dalam jalanku. Aku pun dapat melihat, kalau ternyata aku sempat hidup lebih parah dari kehidupanku sebelumnya. Aku pun kembali sadar, apa tujuan hidupku. Muncul Tanya dalam hatiku, apakah aku akan mundur, dan membiarkan kawanan domba Tuhanku dimakan dunia ini? Apakah mereka yang telah mendustai aku, yang telah menusuk aku dari belakang, akan menjadi musuhku? Tidak dapatkah dendam itu kuredam? Kalau aku mampu meninggalkan kehidupan lamaku, mengapa sekarang aku tidak sanggup? Aku berdiam sejenak. Aku kembali sejenak melihat semua yang telah terjadi. Aku membuka mata perlahan, dan melihat kalau aku sedang berdiri di atas pelangi kehidupanku sendiri. Pelangi kehidupan yang kubuat sendiri. Yang muncul setelah hujan airmataku. Sangat indah, dan sangat mempesona.

Aku pun bertelut, tersungkur di hadapan Bapaku. Bapa yang berkuasa atas segala hidupku. Memohon maaf atas segala pelanggaranku. Mengakui segala kelemahanku. Kembali ingin menyucikan hatiku, dan segala cita-citaku. Memohon segala kebutuhan dan perlengkapan imanku. Dan terutama, mengucap syukur atas segala kehidupan, atas segala pengalaman derita, dan atas kemampuan untuk hidup dengan orang-orang yang beragam, namun tetap memiliki kasih. Amen, dan amen. Senyum pun dapat kembali merekah di bibirku. Semangat kerajaan Bapa ada dalamku. Kekuatan yang dari Bapa terasa hangat dalam hidupku. Dan kemuliaan Bapa, itu yang menjadi pandu hidupku. Aku pun kembali menjadi pelayannya.

Sekarang, aku dapat dengan penuh sukacita, mengabarkan keselamatan itu. Berusaha mengobarkan cinta Allah dalam hati setiap orang, bahkan mereka yang dulu menjadi musuhku. Aku menganggap jatuh dan bangun adalah bagian dalam hidup. Aku menghargai perbedaan yang ada, aku mencintai dan menghargai setiap usaha. Walau dengan segala dosa dan keinginan duniawi yang tersisa, aku terus berusah hidup sebaik-baiknya. Yang kalau pun aku nanti tidak dapat mencapai kesempurnaan hidup, tetapi aku telah berhasil mewarnai hidupku, dan mencoba berarti bagi orang lain, terutama bagi Bapa. Aku akan tetap berusaha menjaga kesucain dan memgembalikan ketulusan hatiku.

Memang, Allahku sungguh ajaib.

Kamu sekalian, dimana pun posisimu saat ini, semoga kisah ini menjadi inspirasimu dalam perjalanan menuju kehidupan hamba yang akan kau jalani. Kalau pun kau masih berada dalam posisi pembohong iman dengan segala kelakuan bejatmu, niat burukmu, penghianatan terhadap teman-temanmu, masih ada kesempatan bagimu. Kalau kau menjadi korban para pembohong iman, ingatlah tokoh “Aku” dalam perenungan pagi ini. Dan kalau kau masih tetap dengan kesucian hatimu, pertahankan, dan jadilah dewasa dengan pengalaman hidupmu dam pengalaman hidup orang yang menjadi dombamu. Sehingga hanya akan ada satu nama yang dipermuliakan, nama Tuhan, yang TriTunggal.

Kita pun dapat bersatu dalam doa …

Tuhan, dalam perjalanan hidup kami yang sering susah untuk kami mengerti, kami memohon Tuhan yang selalu memperhatikan kami. Menolong kami untuk tetap dapat bangkit dari segala keterpurukan kami. Hingga kami sampai pada tujuan hidup kami, menjadi hambaMu yang setia, menjadi gembala domba-dombaMu. Jangan biarkan segala keraguan menguasai hati kami, sampai suatu saat kelak, aku dan Kau, kami dan Kau bertemu saat maranatha tiba di tempat yang membuat kami damai selama-lamanya. Amin.

Selamat melayani !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

(Perenungan ini kubuat dari hatiku yang terdalam, dari pengalamanku yang teramat menyakitkan namun indah)