Minggu, 26 Juli 2009

September 9th, 2007

Suatu hari, aku membuat suatu keputusan penting dalam hidupku, yang akan mengubah hidupku secara total kelak. Aku memutuskan untuk menjalani hidup menjadi seorang hamba. Paling tidak kata orang, hamba Tuhan. Sebagai langkah awal, aku mencoba kembali mempertanyakan pada diriku, siapa Tuhan, apa yang telah Dia lakukan bagiku, dan bagaimana hubungan kami selama ini. Sampai akhirnya aku meyakini, bahwa memang, saat ini aku mempercayai Dia, meyakini Dia, murni karena segala pengalaman hidupku denganNya, bukan lagi karena orang lain, yang memang pada awalnya memperkenalkaNya padaku. Lalu aku pun memutuskan pergi meninggalkan segalanya, keluarga, kenikmatan harta, dan para orang-orang yang kucintai. Aku pun berusaha mengubah segala keburukan yang ada dalam hatiku, tabiat burukku yang selama ini meresahkan hati orang lain. Aku ingin pergi mencari Tuhan yang menurutku dapat kutemui secara nyata dalam kehidupan orang lain, yang malah sedang mencari Dia, atau sedang memerlukan pertolonganNya. Aku ingin, ada keintiman yang lebih dalam dengan Dia. Suatu hubungan ajaib, yang entah bagaimana akan dapat terjalin, namun aku meyakininya. Dengan meninggalkan segala kebersalahanku yang lama, dan dengan cinta dan kasih yang ada antara aku dan Tuhanku. Inilah langkah awalku, persispanku untuk menjadi seorang hamba.

Aku memulai langkahku untuk mencari TUhan, menemukan wajahNya pada diri orang-orang lain. Aku mencoba untuk menjadi seorang gembala, seperti apa yang pernah dilakukan Yesus saat masih hidup di dunia ini. Mencari dan menjaga setiap domba-domba yang tersesat, jangan sampai dimakan serigala-serigala. Mencari orang-orang yang kehilangan kontak, kehilangan komunikasi, kehilangan rasa akan kehadiran Tuhan dalam hidup mereka, sehingga mereka tidak akan menjadi korban kekejaman dunia ini. Sebagai langkah berikutl, aku pun memulai dengan mencari, teman-teman yang juga ingin menjadi hambaNya. Karena ku tahu sejauh mana kekuatanku mampu menolong orang lain, sangat terbatas. Aku memerlukan teman. Sampai akhirnya, aku memasuki sebuah kehidupan orang-orang yang mau membiarakan diri. Dan aku memandang semua orang di sana adalah orang-rang yang dalam perjalanan menuju hidup kudus, perjalanan menjadi santo dan santa, karena penghambaan diri mereka. Orang-orang yang dengan penuh kesucian hati, ketulusan, dan kejujuran. Mereka yang telah mempunyai pengelihatan makna hidup, memahami makna akan Anak yang Tersalib, yang membuat mereka begitu intim dengan Tuhan. Mereka yang mau membunuh manusia lama mereka, dan menjadi manusia baru, dengan penghayatan akan kematian Kristus. Sebuah keajaiban hidup, yang mereka buat sendiri, yang entah bagaimana dapat terjadi dalam hidup mereka.

Namun, tidak semua semua hal seperti yang kuharapkan. Ya, memang pada awal pertemuanku dengan mereka yang kuanggap sahabat, aku mempunyai harapan, bahwa di kehidupan kelak, aku dan mereka akan menyelamatkan domba-domba tersesat bersama-sama, dan murni hanya karena keintiman kami pada Tuhan saja. Semua itu muncul ketika saat pertama kali pertemuan kami, mereka memperlihatkan wajah yang memancarkan kasih. Yang pada akhirnya, aku sadari, itu bukanlah pancaran kasih yang sebenarnya. Sakit, dan sangat sakit rasanya, ketika aku sadar, kalau ternyata karena kebodohanku, aku telah hidup dengan orang pendusta. Dia yang mempunyai rencana untuk mengagungkan diri nya di balik pencarian mereka akan Tuhan, di balik pencarian nya akan jiwa-jiwa yang tersesat. Dan untuk usaha itu, mereka tidak sadar kalau mereka telah mengorbankan orang lain, bahkan orang-orang yang seharusnya menjadi rekan mereka dalam pelayanan mereka. Di awal, mereka membuat hubungan di antara komunitas kami terlihat sangat baik. Satu sama lain adalah kasih yang berbicara. Segala pujian, keluar dari mulut, yang ternyata adalah mantra maut bagi yang mendengarnya. Hanya ada sedikit orang yang tetap pada ketulusan hati mereka. Dengan tetap berdiam diri, menjaga kesucian hati mereka. Sementara aku dan yang lain? Kami adalah orang bodoh, yang mau terlibat jauh dengan para pembohong,. Kami terpengaruh, kami pun menjadi pendusta. Bahkan, pada saat aku mencoba untuk kembali ke jalanku yang benar, aku yang menjadi korban kejahatan mereka. Aku dianggap sama seperti orang-orang yang kulayani. Saat aku melayani orang-orang yang dipandang najis, malah aku yang dinajiskan. Saat aku membantu orang untuk berdiri, aku dibanting. Aku ditusuk dari belakang. Dan aku semakin tidak tahan.

Aku merindukan kehidupan lamaku. Kehidupan yang menurutku kacau, tetapi kacau bukan karena kebohongan. Aku orang yang kacau, tetapi masih ada ayah dan bunda yang senantiasa menyemangatiku untuk bangkit. Masih ada para sahabat yang mau memeluk aku, mencium aku dengan kehangatan cinta kasih saat aku sakit. Saat itu aku hanya dapat berserah dan menceritakan sepenuhnya pada Sang Perawan Suci, yang mau mengandung Kristusku dari Roh Kudus. Yang mau dipandang sebagai wanita yang hina, dengan kehamilannya akan JuruSlamat. Walau pun rasa sakit terus datang, tetapi paling tidak aku mulai merasa lega. Aku terus, dan terus berusaha bangun, sampai aku pun dapat memandang semua ini adalah warna hidupku. Penguat dalam jalanku. Aku pun dapat melihat, kalau ternyata aku sempat hidup lebih parah dari kehidupanku sebelumnya. Aku pun kembali sadar, apa tujuan hidupku. Muncul Tanya dalam hatiku, apakah aku akan mundur, dan membiarkan kawanan domba Tuhanku dimakan dunia ini? Apakah mereka yang telah mendustai aku, yang telah menusuk aku dari belakang, akan menjadi musuhku? Tidak dapatkah dendam itu kuredam? Kalau aku mampu meninggalkan kehidupan lamaku, mengapa sekarang aku tidak sanggup? Aku berdiam sejenak. Aku kembali sejenak melihat semua yang telah terjadi. Aku membuka mata perlahan, dan melihat kalau aku sedang berdiri di atas pelangi kehidupanku sendiri. Pelangi kehidupan yang kubuat sendiri. Yang muncul setelah hujan airmataku. Sangat indah, dan sangat mempesona.

Aku pun bertelut, tersungkur di hadapan Bapaku. Bapa yang berkuasa atas segala hidupku. Memohon maaf atas segala pelanggaranku. Mengakui segala kelemahanku. Kembali ingin menyucikan hatiku, dan segala cita-citaku. Memohon segala kebutuhan dan perlengkapan imanku. Dan terutama, mengucap syukur atas segala kehidupan, atas segala pengalaman derita, dan atas kemampuan untuk hidup dengan orang-orang yang beragam, namun tetap memiliki kasih. Amen, dan amen. Senyum pun dapat kembali merekah di bibirku. Semangat kerajaan Bapa ada dalamku. Kekuatan yang dari Bapa terasa hangat dalam hidupku. Dan kemuliaan Bapa, itu yang menjadi pandu hidupku. Aku pun kembali menjadi pelayannya.

Sekarang, aku dapat dengan penuh sukacita, mengabarkan keselamatan itu. Berusaha mengobarkan cinta Allah dalam hati setiap orang, bahkan mereka yang dulu menjadi musuhku. Aku menganggap jatuh dan bangun adalah bagian dalam hidup. Aku menghargai perbedaan yang ada, aku mencintai dan menghargai setiap usaha. Walau dengan segala dosa dan keinginan duniawi yang tersisa, aku terus berusah hidup sebaik-baiknya. Yang kalau pun aku nanti tidak dapat mencapai kesempurnaan hidup, tetapi aku telah berhasil mewarnai hidupku, dan mencoba berarti bagi orang lain, terutama bagi Bapa. Aku akan tetap berusaha menjaga kesucain dan memgembalikan ketulusan hatiku.

Memang, Allahku sungguh ajaib.

Kamu sekalian, dimana pun posisimu saat ini, semoga kisah ini menjadi inspirasimu dalam perjalanan menuju kehidupan hamba yang akan kau jalani. Kalau pun kau masih berada dalam posisi pembohong iman dengan segala kelakuan bejatmu, niat burukmu, penghianatan terhadap teman-temanmu, masih ada kesempatan bagimu. Kalau kau menjadi korban para pembohong iman, ingatlah tokoh “Aku” dalam perenungan pagi ini. Dan kalau kau masih tetap dengan kesucian hatimu, pertahankan, dan jadilah dewasa dengan pengalaman hidupmu dam pengalaman hidup orang yang menjadi dombamu. Sehingga hanya akan ada satu nama yang dipermuliakan, nama Tuhan, yang TriTunggal.

Kita pun dapat bersatu dalam doa …

Tuhan, dalam perjalanan hidup kami yang sering susah untuk kami mengerti, kami memohon Tuhan yang selalu memperhatikan kami. Menolong kami untuk tetap dapat bangkit dari segala keterpurukan kami. Hingga kami sampai pada tujuan hidup kami, menjadi hambaMu yang setia, menjadi gembala domba-dombaMu. Jangan biarkan segala keraguan menguasai hati kami, sampai suatu saat kelak, aku dan Kau, kami dan Kau bertemu saat maranatha tiba di tempat yang membuat kami damai selama-lamanya. Amin.

Selamat melayani !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

(Perenungan ini kubuat dari hatiku yang terdalam, dari pengalamanku yang teramat menyakitkan namun indah)

1 komentar: